Sebuah kata yang gampang-gampang susah kalo di jalani, yaitu kita terkadang mesti melakukannya supaya ga di anggap sombong, angkuh, dsb। Di satu sisi kita kehabisan waktu bahkan terkadang hanya sekedar untuk beristirahat। masih harus bersosialisasi pula। “Sudahlah, dateng aja, toh ga tiap hari ini!” yang kemudian dengan bersungut-sungut kita terpaksa melangkah.
Setelah dateng, kumpul, karena kita kurang sosialisasi, akhirnya acara yang seharusnya seru, jadi kaku bagi kita. Mikirnya pulang melulu. ga betah.
Banyak diantara kita, (biasanya urbanis) yang sepertinya kurang begitu suka dengan bersosialisasi, karena bagi mereka hal itu berarti buang-buang waktu, beradaptasi lagi, memulai dari awal, memperkenalkan diri menunjukkan siapa diri kita, kalo perlu kita warning, apa yang kita mau dan apa yang kita tidak mau।
Hal ini berarti menguras energi, dengan membawa manfaat yang tidak terlalu banyak, apalagi jika ternyata kita mempunyai ideologi dan sudut pandang yang selalu bertentangan dengan kebanyakan warga sekitar. Entah itu karena perbedaan prinsip, gaya hidup, tradisi, sampai ke hal-hal yang terkecil seperti sopan santun, tata krama, dsb. yang terkadang membuat kita terpaksa menahan napas.
Secara kita juga ga terlalu peduli, akhirnya kita memilih mengurung diri di dalam rumah, menyingkir, males gabung. perlahan-lahan kita jadi skeptis dengan sekitar. Sebetulnya kita ga mau hal ini terjadi, tapi siapa yang mau peduli dengan urusan kita? toh kita juga ga mau menyelami tradisi daerah yang kita tinggali.
Akhirnya kita berpikir pindah tempat, pindah rumah, cari lingkungan yang cocok, kemudian menemukan hal yang sama di tempat lain, dan pindah lagi untuk menemukan kasus yang sama.
Atau bisa juga mungkin kita ubah cara pola pikir kita dengan berat hati, kita lawan prinsip kita sendiri, kita campur adukkan antara suara hati nurani dengan perkataan orang banyak, kita jadi kehilangan pegangan, kita ga punya nilai nilai, kita hidup berdasarkan ucapan orang lain. Hanya supaya kita diterima di lingkungan, belum lagi soal pendidikan anak dengan lingkungan sekitar yang semula kita tidak setujui itu? atau kita kembali ke daerah asal, kampung halaman kita sendiri, yang secara tidak sengaja juga telah berubah baik iklim suasananya maupun gaya hidupnya dikarenakan teknologi yang demikian pesat, perubahan zaman, Masa-masa kecil yang indah yang kita harapkan dapatkan lagi di sana telah lenyap.
Tanpa terasa kita menjadi orang asing, kita tidak betah disini, tidak betah disana, tidak betah dimana-mana, kita tidak mengenal orang lain, tidak kenal keluarga sendiri, bahkan diri kita sendiri, satu-satunya orang yang kita kenal hanyalah orang yang kita idolakan dimana kita mencoba untuk menjadi dia seutuhnya।
Selasa, 25 September 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Hmmm sebuah renungan yang menarik. Jangan-jangan saya juga begitu.
Posting Komentar